Senin, 07 April 2008

Praktikum Perubahan Sifat Kimia



Capeknya praktikum....

Belum bikin laporan.... (hiks..hiks..hiks..)

Praktikum mandiri bo... jadi kita2 kudu nyiapin sendiri alat and bahannya..

But enjoy aja....

Foto2 buat dokumentasi laporan....

Kapan semuanya akan berakhir????

Ket gambar : Linda, Yoyan, Rita1, Rita2 (yg pake jas lab biru) dan Pak Ikun (the only one men)

Sabtu, 29 Maret 2008

Persyaratan MPASI


Pemberian MPASI dan pengaruhnya terhadap tumbuh kembang otak dan kognitif diyakini berdampak positif. Makanan pendamping ASI adalah makanan selain ASI yang ditujukan untuk bayi 6 bulan keatas guna memenuhi kecukupan gizinya.

Persyaratan MPASI :

a. Memenuhi kecukupan eneri dan zat gizi lainnya.

Dengan asumsi ASI tetap diberikan sebanyak 764 g/hari (rata – rata konsumsi ASI) yang menyumbang sekitar 565 kal/hari. Jika kepadatan energinya 0,74 kal/g dan kapasitas lambung bayi 30 g/kg BB rujukan WHO, maka dianjurkan pemberian MPASI 200 kal/hari untuk bayi 6-8 bulan, 300 kal/hari untuk bayi 9-11 bulan dan 550 kal/hari untuk 12-24 bulan. Kecukupan gizi bayi yang merupakan resultante pemberian ASI dan MPASI yang benar akan membawa hasil yang optimal. Oleh sebab itu agar asupan ASI tidak terganggu, MPASI disarankan memiliki kepadatan energi minimal 0,8 kal/g dan frekuensi pemberiannya 2-3 kali/hari untuk bayi 6-8 bulan, 3-4 kali/hari untuk bayi 9-11 bulan dan 12-24 bulan. Pemberian MPASI dianjurkan ketika usia bayi 6 bulan dan ASI tetap diberikan sampai 24 bulan.

Protein; Bayi membutuhkan protein 2 sampai 4 g/kg berat badan awalnya. Pemberian diatas kisaran ini dapat membuat beban ginjal bertambah berat, sedangkan pemberian di bawah 2 g/kg BB dapat berdampak gizi kurang atau KEP. Secara umum kebutuhan protein untuk bayi Indonesia berkisar anatara 12 – 15 g/hari. Kebutuhan protein MPASI bervariasi tergantung mutu protein. Susunan asam amino esensial MPASI akan mempengaruhi mutu MPASI yang akhirnya menentukan tumbuh kembang bayi.

Mikronutrien; apabila kondisi ibu sehat dan memiliki cadangan lemak untuk produksi ASI memadai, ibu akan menghasilkan ASI dalam jumlah yang mampu memuaskan kebutuhan bayi. Apabila kondisi ibu anemia dan KEP maka dapat dipastikan cadangan mikronutrien bayi tidak memadai sehingga asupan MPASI yang difortifikasi mampu menjembantani kebutuhan. Yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan biologis mikronutrien karena ketersediaan dan penyerapan zat gizi mikro ini lebih berarti untuk metabolisme tubuh.

b. Ketersediaan MPASI harus memadai

Salah satu syarat pemberian MPASI adalah makanan tersebut aman dikonsumsi bayi, bebas dari kontaminan yang membahayakan kesehatan seperti mikroba patogen, racun, pestisida, benda asing, logam berat dan alergen (penyebab alergi). Teknologi pembuatan MPASI akan sangat terkait pada aspek keamanan pangan diantaranya :

· Mampu mengolah dengan tingkat kehilangan zat gizi seminimal mungkin

· Mampu mengurangi kekambaan produk sehingga ekonomis dalam kemasan dan padat gizi dalam komposisi

· Mampu menghilangkan faktor antigizi yang menghalangi efektifitas penyerapan zat gizi

· Mampu meningkatkan ketersediaan mineral seperti Fe, Cu dan mineral minor lainnya.

· Mampu memperbaiki penerimaan produk seperti matangnya pati dan hilangnya kesan mentah.

c. Perhantian pada pemberian MPASI yang benar

Kesepakatan hasil konsultasi global pakar MPASI di Jenewa atau WHO Expert Consultation on Complementery Feeding pada tahun 2001 menggariskan petunjuk pemberian MPASI sebagai berikut :

· Memberikan ASI eksklusif 6 bulan dan memperkenalkan MPASI ketika bayi berusia 6 bulan ke atas

· Tetap memberikan ASI sampai 24 bulan atau lebih

· Memberikan MPASI secara responsif

· Menjaga sanitasi dan higiene dalam penyiapan dan penyajian

· Memberikan MPASI sesuai umur dan frekuensi per hari

· Melatih pemberian MPASI aneka bentuk, tekstur dan rasa sesuai perkembangan sistem pencernaannya, dimulai dengan tekstur yang lembut, meningkat agak kasar, akhirnya kasar sesuai makanan dewasanya. Perhatikan nilai gizi agar kecukupan gizinya terpenuhi

· Perhatikan frekuensi pemberian dan kepadatan energi MPASI sesuai umur, frekuensi pemberian MPASI disesuaikan jenis dan kepadatan energi MPASI. Snack bergizi dapat diberikan

· MPASI dianjurkan yang bergizi tinggi, menyehatkan dan aneka ragam. Ragam makanan seperti sereal, kacang – kacangan, daging, ayam, ikan, telur, susu, buah dan sayur kaya vitamin A, B dan C sangat dianjurkan

· Fortifikasi atau suplemen vitamin dan mineral dianjurkan khususnya pada MPASI buatan pabrik

· Pemberian MPASI tetap diberikan sekalipun dalam keadaan sakit.

(Sunaryo, 2004).

Peran Asam Linoleat, Zink, Cuprum dan Magnesium untuk Bayi

  • Asam Linoleat

Sindrom kekurangan lemak makanan pertama kali ditemukan dan ditulis oleh Burr dan Burr pada tahun 1929. mereka mengemukakan bahwa diantara asam lemak ada yang esensial untuk tubuh yaitu asam linoleat (18:2 φ-6) dan asam linolenat (18:3 φ-3). Dikatakan esensial karena dibutuhkan tubuh, sedangkan tubuh tidak mensintesanya. Kedua jenis lemak ini dibutuhkan untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan. Masing – masing mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke-6 dan ke-3 dari gugus metil. Kekurangan asam lemak esensial pada tikus percobaan menimbulkan sebagai berikut : kulit mengalami dermatitis dan eksema, pertumbuhan terhambat, reproduksi terganggu, degenarasi atau kerusakan pada banyak organ tubuh dan kerentaan terhadap infeksi meningkat. Percobaan – percobaan pada bayi dengan pemberian formula yang mengandung asam linoleat kurang dari 0,1% jumlah energi makanan total, menunjukkan gejala pada kulit seperti terlihat pada tikus. Gejala ini hilang bila ditambahkan asam linoleat pada makanannya. Kebutuhan anak akan asam linoleat adalah 2% dari kebutuhan energi. Bayi yang mendapat ASI tidak akan kekurangan asam linoleat, karena 6 – 9% kandungan eneri total ASI adalah asam linoleat. Kekurangan asam lemak esensial akan terjadi bila bayi diberi susu tanpa lemak (susu skim) (Almatsier, 2003).

  • Zink

Fungsi utama zink yang banyak disorot akhir – akhir ini adalah sebagai zat gizi yang membantu pertumbuhan balita. Pertumbuhan bayi laki – laki yang diberi makanan formula yang disuplementasi dengan zink lebih tinggi daripada pertumbuhan bayi yang diberi makanan formula yang sama tetapi tidak disuplementasi dengan zink (Walravens dan Hambidge, 1976 dalam Riyadi 1992). Hal ini terkait dengan kemampuan zink untuk sintesis DNA dan RNA. Selain itu zink berfunsi untuk kekebalan dan bagian dari lebih 200 jenis enzim, oleh karena itu zink penting bagi berbagai fungsi, termasuk pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, fungsi sensori, perlindungan antioksidan dan stabilisasi membran.

Defisiensi zink mungkin terjadi akibat intake yang tidak cukup dan ketersediaan biologis zink makanan yang rendah, yang dihubungkan dengan intake serat makanan, polifosfat, besi, tembaga dan fitat yang tinggi. Disamping itu, defisiensi zink juga dapat diakibatkan oleh kesehatan (Gibson, 1990).

Ada hubungan antara kadar zink serung dan hambatan pertumbuhan anak. Kadar zink serum mempunyai peran yang sangat penting terhadap pertumbuhan anak terutama apabila diukur dari berat badan menurut umur dan tinggi badan (panjang badan untuk bayi) menurut umur. Defisieni zink merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat pertumbuhan anak, terutama pada bentuk hambatan tingkat sangat berat (gizi buruk) dan berat (gizi kurang).

Kebutuhan zink untuk bayi <>

  • Cuprum (tembaga)

Mineral ini diperlukan pada utilitas besi simpanan dan besi yang diperoleh dari makanan pada konversi menjadi hemoglobin. Jumlah yang dibutuhkan tidak banyak. Perbandingan tembaga dan besi 1 : 10 dianggap optimum untuk menaikkan kadar hemoglobin. Tembaga sudah terdapat pada hati bayi baru lahir. Umumnya makanan bayi mengandung cukup tembaga untuk kebutuhannya.

Defisiensi cuprum (tembaga) dibuktikan dapat menyebabkan gangguan respons imun. Fungsi sistim retikulo endotelial tertekan dan aktivitas mikrobisidal sel fagosit terganggu. Hal ini berhubungan dengan dalam peran cuprum (tembaga) sistim superoksid dismutase dan enzim sitokrom oksidase. Juga didapatkan penurunan respons antibodi terhadap antigen sel T dependen.

Defisiensi cuprum (tembaga) juga dapat terjadi pada bayi lahir prematur atau bayi yang mendapat susu sapi yang komposisi gizinya tidak disesuaikan. Defisiensi cuprum (tembaga) dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme, disamping terjadi demineralisasi tulang (Almatsier, 2003).


  • Magnesium

Seperti halnya dengan fosfor, mineral ini diperlukan bayi pembentukan tulang dan terdapat pula pada jaringan lunak. Magnesium merupakan bahan esensial dari cairan sel. Keperluan akan magnesium tidak diketahui, akan tetapi susu ibu mengandung cukup magnesium bayi kebutuhan bayi.

Kalsium dan magnesium adakalanya bekerja antagonis akan tetapi kadang-kadang dapat saling menggantikan. Pemberian kalsium dapat menghilangkan depresi pernafasan akibat magnesium, tetapi kedua mineral tersebut dapat menghilangkan gejala tetani.

Jumat, 28 Maret 2008

Keterkaitan Status Gizi Ibu, Kondisi Fisik dan Hubungannya dengan Efisiensi Reproduksi




YOYANDA BAIT/I151070021

Status gizi ibu untuk Indonesia menjadi lebih penting karena selain tingginya berbagai keadaan kurang gizi, persentase kehamilan pada usia muda masih cukup tinggi. Dari data SDKI 2003, walaupun menunjukkan kecenderungan menurun, ternyata persentase ibu yang melahirkan anak pertamanya pada usia kurang dari 20 tahun masih cukup tinggi. Di antara responden wanita menikah yang berusia kurang dari 25 tahun, sekitar 12% mempunyai anak pada waktu berusia 18 tahun atau mulai hamil pada usia mereka 17 tahun. Kehamilan pada remaja sangat beresiko terhadap dirinya karena pertumbuhan linier (tinggi badan) pada umumnya baru selesai pada usia 16 – 18 tahun dan dilanjutkan dengan pematangan pertumbuhan rongga panggul beberpa tahun setelah pertumbuhan linier selesai (Achadi, 2007)

Reproduksi adalah merupakan proses perkembangbiakan dari suatu mahluk hidup untuk menghasilkan organisme lain (Penghulu, 1993). Kesehatan reproduksi adalah didapatnya keadaan sehat yang mencakup keadaan fisik, mental, sosial serta spiritual dan tidak adanya kecacatan yang terkait dengan sistem reproduksi fungsi dan prosesnya (Martodipuro, 2000). Kesiapan reproduksi berhubungan dengan tugas remaja nantinya sebagai calon ibu yang memiliki tanggung jawab besar dalam kehidupan keluarga. Untuk memulai kehidupan keluarga dengan baik, perlu kesiapan fisik dan mental, diantaranya kesiapan dalam hal reproduksi. Kesiapan fisik remaja diukur dari status gizi remaja. Penelitian yang dilakukan Morse, dkk (1975), membandingkan status gizi dari wanita hamil remaja dan wanita hamil dewasa. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita hamil remaja membutuhkan lebih banyak gizi selama kehamilan dibandingkan dengan wanita hamil dewasa. Hal ini disebabkan remaja membutuhkan banyak gizi untuk pertumbuhannya dan juga untuk anak yang sedang dikandungnya.

Status gizi wanita, terutama pada masa usia subur, merupakan elemen pokok dari kesehatan reproduksi karena keterkaitan ibu hamil dengan pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandungnya, yang pada akhirnya berdampak pada masa dewasanya. Memperbaiki status gizi ibu yang sedang hamil dengan demikian merupakan suatu bagian yang sangat penting walaupun bukan merupakan satu – satunya intervensi yang harus dilakukan karena KEK dan stunting pada wanita di negara berkembang merupakan hasil kumulatif dari keadaan gizi kurang sejak masa janin, bayi dan kanak – kanaknya dan berlanjut hingga masa dewasa. WHO memperkirakan bahwa 80% kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung (pendarahan, infeksi, eklamsia, partus macet dan aborsi) dan 20% oleh penyebab tidak langsung. Kematian ibu dikaitkan dengan berbagai status gizi atau dengan suplementasi gizi. Penelitian terkini menunjukkan bahwa defisiensi vitamin A pada wanita dapat meningkatkan resiko kematian. Penelitian terhadap lebih dari 20.000 ibu hamil di Nepal menunjukkan bahwa suplementasi vitaminA sebesar 7.000 RE/minggu menurunkan kematian ibu hamil sampai 12 minggu pasca persalinan sebesar 44 persen.

Tinggi badan ibu dikaitkan dengan meningkatnya resiko terjadinya proses persalinan yang lama/macet sehingga menimbulkan resiko terhadap ibunya antara lain fistula yaitu suatu keadaan dimana terjadi lubang antara vagina dengan rectum disebut rectovaginal fistula atau antara vagina dengan kandung kemih yang disebut vesicovaginal fistula, dan resiko terhadap bayinya antara lain asfiksia yaitu kesulitan bernapas sebagai akibat kekuranga oksigen (O2) atau terlalu banyak karbondioksida (CO2) dalam darah.

Jones (1997) dalam Afifah (2003) menyatakan bahwa terjadi komplikasi selama kehamilan dan persalinan semakin sedikit pada ibu yang memiliki tinggi lebih dari 155 cm, tidak terlalu kurus atau tidak terlalu gemuk. Hal ini berarti mereka yang berstatus gizi (IMT) tidak normal memiliki peluang lebih besar mengalami komplikasi dan persalinan. Selanjutnya Kasdu (2001) dalam Afifah (2003) menambahkan kesuburan wanita berkaitan dengan keteraturan siklus haid. Hal ini berhubungan dengan hormon esterogen dalam tubuh. Sel – sel lemak dalam tubuh mempengaruhi proses penahanan dan pelepasan hormon estrogen sehingga terjadi haid. Orang yang gemuk menyebabkan produksi hormon estrogen berlebihan sehingga haid menjadi tidak teratur, sedangkan pada orang kurus jumlah sel lemak yang sedikit akan menurunkan produksi estrogen sehingga haid jarang terjadi.

Jadi dapat disimpulkan ibu yang kurang gizi(status gizi kurang) pada umumnya mempunyai kapasitas fisik yang kurang optimal (pendek dan kurus) sehingga dapat meyebabkan tingkat kesuburannya rendah karena terjadi penurunan produksi esterogen sehingga haid jarang terjadi. Selain itu tubuh yang pendek akibat status gizi ibu kurang dapat menyebabkan komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Hal ini juga dapat terjadi pada ibu yang memiliki status gizi lebih (overweight). Ibu dengan status gizi yang buruk pada saat hamil akan melahirkan anak dengan beran badan lahir yang rendah (≤ 2,5 kg).